Jakarta (KATAKAMI) Inikah yang namanya reformasi birokrasi POLRI ? Skandal hukum yang paling memalukan di negeri ini adalah diloloskannya sebanyak 3 kali bandar narkoba Liem Piek Kiong alias MONAS dari jerat hukum, ternyata hanya memecat 5 penyidik kelas-kelas bawah.
Padahal, MABES POLRI telah menurunkan Tim Pemeriksa dari IRWASUM POLRI guna memeriksa kasus rekayasa Berita Acara Pemerikasan (BAP) bandar narkoba Liem Piek Kiong, ternyata Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri cuma mencopot 4 penyidik kelas bawahan doang.
Ya ampun, lalu bagaimana dengan beking utamanya yang patut dapat diduga berpangkat Komisaris Jenderal ? Pemeriksaan itu sangat kredibel atau patut dapat diduga sekedar basa-basi saja karena terlanjur bocor ke wartawan ?
Menjelang akhir bulan Februari lalu, yaitu 25 Februari 2009 lalu MABES POLRI mengumumkan bahwa 5 penyidik yang dicopot dari jabatannya ialah para penyidik dari Direktorat IV Narkoba Bareskrim Polri dengan pangkat mulai dari Bintara sampai perwira menengah yaitu Brigadir, AKP, AKBP dan Kombes.
Dalam berita acara pemeriksaaan (BAP), Monas disebutkan bukan sebagai bandar narkoba 1 juta ekstasi di Apartemen Taman Anggrek. Monas hanya disebut sebagai pecandu dan kepemilikan sabu sebanyak 1,5 gram sehingga hanya divonis satu tahun. Sedangkan istrinya, Cece, dikenai hukuman mati.
Sementara dalam jawabannya kepada Komisi III DPR-RI tanggal 9 Februari lalu, Kapolri Jenderal BHD menegaskan bahwa guna mengoptimalkan kerja penyidik Polri dalam penanganan narkoba, maka Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri dan jajarannya harus mengawasi penanganan perkara narkoba agar profesional dan benar.
Saat ditanya soal kasus MONAS, Kapolri BHD menjawab bahwa sudah ada lima polisi, yang diperiksa secara intensif dalam kasus Monas.
“Kelimanya, diduga terkait atas penyimpangan penyidikan dan pemberkasan kasus Monas,” kata Kapolri.
Lim Piek Kiong alias Monas, 48, adalah bandar narkoba yang ditangkap di Apartemen Mal Taman Anggrek, Jakarta Barat, pada 21 November 2007. Saat penangkapan, disita barang bukti 490.802 butir pil ekstasi bernilai Rp49,08 miliar. Sebenarnya ia memiliki satu juta pil ekstasi, tapi 509.198 butir telah terjual.
Namun, berita acara pemeriksaan (BAP) Monas tidak pernah ada. BAP yang diserahkan kepada kejaksaan adalah pemakaian sabu di Apartemen Mal Taman Anggrek dengan barang bukti 1,5 gram. Monas kemudian divonis 1 tahun pada 5 Juni 2008 dan telah bebas.
*****
Kelima orang penyidik itu akhirnya memang telah diberhentikan terkait BAP yang dinilai meringankan hukuman Monas. Lalu bagaimana dengan para perwira tinggi yang patut dapat diduga terlibat sebagai beking dari bandar narkoba Monas ?
Bayangkan, bandar kelas kakap yang lebih patut disebut sebagai MAFIA ini, sudah untuk yang ketiga kalinya diloloskan dari jerat hukum. Patutkah dapat diduga, Kapolri BHD takut menangani kasus ini karena melibatkan sejumlah perwira tinggi.
Bahkan, patut dapat diduga, beking tertinggi dari bandar narkoba MONAS ini berpangkat KOMISARIS JENDERAL.
Patut dapat diduga juga, biaya renovasi gedung Direktorat Narkoba sebuah Polda berasal dari sumbangan pasangan Liem Piek Kiong alias MONAS dan isterinya Cece beberapa tahun silam yaitu saat keduanya diloloskan dari jerat hukum untuk yang kedua kalinya.
Ini bukan kasus narkoba biasa. Ini sebuah kasus yang sangat memalukan. Kami lebih cenderung menggunakan istilah skandal hukum yang paling memalukan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, boleh merenungkan dalam-dalam bagaimana nasib dan masa depan Indonesia jika POLRI bersikap mendua dalam menangani kejahatan narkoba.
Patut dapat diduga, Kalakhar BNN Komjen GM terlibat dalam kasus bandar narkoba Monas ini. Mengapa yang bersangkutan masih bisa tetap menjabat ? Sudah sepantasnya, yang bersangkut di non-aktifkan agar pemeriksaan dapat dilakukan secara menyeluruh.
Tidak gampang untuk memeriksa seorang perwira tinggi berpangkat Komisaris Jenderal. Tim Pemeriksa sudah harus lebih tinggi pangkatnya. Sementara, di dalam struktur organisasi POLRI pangkat tertinggi diatas Komisaris Jenderal adalah Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri.
Sehingga, yang dapat memeriksa oknum perwira tinggi berpangkat Komisaris Jenderal ini adalah Kapolri BHD atau langsung ditangani oleh Menko Polhukkam Widodo AS yang berpangkat bintang 4 juga atau Laksamana TNI Purnawirawan.
Penanganan kasus narkoba, khususnya kasus bandar narkoba Liem Piek Kiong ini akan menjadi bola api yang menggelinding kesana kemari. Dan pergerakan bola api dari kasus bandar narkoba Liem Piek Kiong alias MONAS ini bisa “membakar dan menghanguskan” jika tidak ditangani secara tepat.
Namanya juga bola api, jadi cara penanganannya harus dipadamkan sampai sumbu utama dari api itu padam. kalau cuma mencopot penyidik kelas-kelasan bawahan, apa gunanya ?
Untuk apa memeriksa sekian banyak orang dari mulai penyidik di jajaran Polda Metro Jaya sampai ke Direktorat IV Bareskrim, kalau hanya berujung pada pencopotan 5 penyidik kelas-kelas bawahan saja ?
Tepuk tangan dan bersorak-sorai beking dari bandar narkoba Liem Piek Kiong alias Monas ini, mendengar keputusan Kapolri BHD yang sangat murah hati dan “bijaksana”.
Di akhir pekan ini, ada pepatah lama yang layak untuk direnungkan yaitu “Janganlah Seperti Kura-Kura Dalam Perahu, Janganlah Pura-Pura Tidak Tahu !”.
Katakan tidak pada narkoba, artinya katakan juga tidak pada segala bentuk toleransi pada beking utama kasus bandar narkoba Liem Piek Kiong ini. Copot, tangkap, penjarakan, dan adili sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku bagi BEKING UTAMA BANDAR NARKOBA LIEM PIEK KIONG ALIAS MONAS.
Siapapun perwira tinggi POLRI yang patut dapat diduga terlibat, tangkap dan adili !
Dan dimana, barang bukti berupa uang rupiah dan beragam dolar dari kasus bandar narkoba MONAS ini ? Patut dapat diduga, barang bukti berupa uang ini diserahkan Pihak Kejaksaan kepada Kepolisian.
Presiden SBY dan Wapres JK perlu bertanya kepada Kapolri BHD, “Mana laporan dan dimana wujud barang bukti uang dari kasus bandar narkoba Liem Piek Kiong alias MONAS ?”.
Kami menyarankan agar Presiden SBY dan Wapres JK bertanya kepada Kapolri BHD tentang barang bukti berupa uang itu. Patut dapat diduga barang bukti uang dari kasus bandar narkoba MONAS itu ada di internal Polri.
*****
Dan inilah kronologi kasus bandar narkoba MONAS yang kami kutip sepenuhnya dari harian SUARA MERDEKA tangga 24 November 2007 :
Mabes Polri, Jumat (23/11/2007), membongkar jaringan internasional bisnis haram. Tidak tanggung-tanggung, sekitar setengah juta tablet ekstasi berhasil diamankan. Selain itu, polisi mengamankan barang bukti uang tunai total sebesar Rp 3,45 miliar, 25 ribu dolar Singapura, 60 ribu dolar AS, dan 168 ribu dolar Hong Kong.
Polisi mengamankan tersangka, tiga orang WNI yaitu Abdulrohim (50), Lim Piek Kiong alias Monas (47), dan Thio Bok An alias Johan (60), serta dua warga negara Malaysia atas nama Lim Jit Wee (41) dan Chua Lik Chang alias Asok (52).
Empat tersangka lainnya buron, yaitu Cheong Mun Yau, Diong Chee Meng, Steven Law alias Albert, dan Jet Lie Chandra (istri Monas). Selain Jet Lie, ketiga buron lainnya merupakan warga negara Malaysia yang diduga mengendalikan pengiriman ekstasi ke Indonesia.
Menurut Kepala Polri (Kapolri) Jend Sutanto, dari informasi yang diperoleh dari anggotanya, jaringan itu total berencana memasukkan dua juta pil ekstasi ke Indonesia. Dari jumlah tersebut, setengah juta pil berhasil diamankan, dan 481 ribu pil sudah beredar di pasaran, serta sekitar 1 juta lagi masih dalam penyelidikan.
Direktur IV Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Indradi Tanos mengatakan bahwa kasus itu berawal informasi dari masyarakat yaitu ada sindikat narkoba yang mengimpor ekstasi dari Belanda dalam jumlah jutaan tablet. Atas informasi tersebut, diterjunkan tim yang diketuai oleh AKBP Samsu Rijal Mokoagow untuk melakukan pendalaman. Benar saja, tanggal 10 November tepat pukul 18.00, polisi menemukan barang bukti ekstasi sebanyak 9.802 butir, dan menangkap Abdurohim di kamar 2319 Hotel Peninsula Jakarta Barat.
Dalam pengembangan penyidikan, Rabu (21/11/2007), pukul 13.30 di kamar 30 KH Tower Dahlia Apartemen Mediterania Jakarta Barat, polisi menangkap Lim Jit Wee, dan menyita uang tunai Rp 950 juta, 25 ribu dolar Singapura, dan ekstasi sebanyak 11 ribu tablet yang disimpan di mobil Kijang B-7870-ZO yang diparkir di lantai dasar apartemen itu.
Rabu itu juga, pukul 15.00, di kamar 26 KA apartemen yang sama, ditangkap seorang warga negara Malaysia bernama Chua Lik Chang alias Asok. Selanjutnya penyidikan dikembangkan dengan menggeledah kamar 19A Tower 5 Apartemen Taman Anggrek.
Di tempat tersebut, berhasil disita ekstasi sebanyak 470 ribu tablet, 24 kaleng phosporus yang setiap kalengnya berisi 500 gram, serta tiga botol iodium cristal yang setiap botolnya berisi 500 gram, yang diduga sebagai bahan pembuatan ekstasi.
Kamis (22/11/2007), pukul 01.00 di kamar 39E Tower 7 Apartemen Taman Anggrek, ditangkap dua orang tersangka lainnya yang merupakan WNI, yaitu Lim Piek Kiong alias Monas, dan Thio Bok An alias Johan. Di tempat itu ditemukan 1,6 gram sabu.
Penyidikan berlanjut, dengan menggeledah rumah Monas di Jalan Gria Lestari Blok J Nomor 27 Komplek Gria Inti Sentosa Tanjung Priok Jakarta Utara. Di tempat tersebut ditemukan, 0,7 gram sabu serta 45 gram serbuk putih yang diduga ketamin.
Berlanjut Jumat (23/11), pukul 02.00, polisi mendobrak kamar 19J Tower 3 Apartemen Taman Anggrek, milik Steven Law alias Albert. Polisi menemukan uang tunai Rp 2,4 miliar, 60 ribu dolar AS, dan 168 ribu dolar Hong Kong yang disimpan di dalam brankas.
Selain itu ditemukan, 4 botol iodium cristal, satu kaleng fosfor, dan kristal yang diduga sabu seberat 5 gram.
Menurut Samsu Rijal, pengungkapan kasus itu merupakan yang terbesar dalam kasus ekstasi. ”Selama penangkapan di kepolisian, barang bukti yang disita kali ini yang terbesar,” ujarnya.
Sedangkan Indradi Tanos mengatakan, diduga peredaran ekstasi tersebut melalui diskotik-diskotik di seluruh Indonesia, dengan harga Rp 100 ribu per butir. Sedangkan sekitar setengah juta tablet ekstasi yang disita aparat setara dengan lebih dari Rp 49 miliar.
*****
Kasus yang sangat menggemparkan ini, apakah mungkin hanya dikendalikan dan dianggap layak untuk dipertanggung-jawabkan hanya oleh 5 orang penyidik ?
Kalau hanya 5 penyidik itu yang dianggap layak dipecat, maka patut dapat diduga keputusan KAPOLRI ini adalah keputusan yang paling memalukan dalam upaya penegakan hukum di Indonesia.
Tidak bisa tidak dan jangan katakan tidak, beking utama dari kasus bandar narkoba MONAS ini harus diseret ke Pengadilan. Jangan lindungi siapapun yang terlibat dalam kasus ini.
Dan yang sangat mendesak, jangan berikan jabatan apapun sebab proses pemeriksaan dan penindakan tidak boleh berhenti hanya sampai pada pemecatan 5 orang penyidik itu.
Tangkap beking utamanya. Penjarakan. Dan bawa sang beking yang pasti sudah kaya raya tak terhingga itu ke Pengadilan. Jangan lindungi, sekali lagi, jangan lindungi.
Tangkap beking utamanya. Tangkap, siapapun itu ! Dan jangan terapkan filosofi, “KURA-KURA DALAM PERAHU”.
(MS)
Filed under: Uncategorized